Je, Wiskunde, Kus

. Author : Ayachaan

2. Judul : Je, Wiskunde, Kus

3. Kategori: NC 17, Yadong, Oneshoot

4. Cast:

– Choi Si Won

– Park Hee Hyo

– Lee Yoon-Ai (Hee-hyo’s friend)

A.N : Annyeong ^^ #lapkeringat. Ini FF request dari temanku, dan ia mintanya NC-17, dan akhirnya jadilah FF percobaan ini, nggak tahu apakah ini benar saya kasih rating 17+. Kalo berhasil saya mau nyoba bikin lagi.. haha #evillaugh. Onkey, enjoy happy reading. Kritik dan saran ditunggu loh. Kamsahamnidaaa~ buat readers dan admin yang ngepost ^^

——————–

AUTHOR POV
Park Hee Hyo masih duduk tertunduk sambil meremas rok kelabu kotak-kotaknya. Telinganya tetap fokus mendengarkan suara Jung sonsaengnim yang masih mengabsen nama murid sambil memberikan hasil ulangan matematika.
“Bagaimana dengan nilaiku?.” Keluh Hee-hyo pelan, semakin menundukkan kepalanya. Entahlah, kali ini Hee-hyo benar-benar khawatir dengan nilainya. Matematika, nama pelajaran yang paling dia benci. Jika disuruh memilih, Hee-hyo lebih memilih mengerjakan setumpuk soal esai Biologi yang membuat badan penat daripada menyelesaikan sepuluh soal matematika yang bisa membuatnya lebih cepat tua.
“Park Hee Hyo.” Lengking suara Jung sonsaengnim. Hee-hyo melonjak kaget dari duduknya. Memandang lurus Jung sonsaengnim yang juga sedang memandangnya dengan sebelah alis dinaikkan. Kacamata bacanya yang melorot, membuat Jung sonsaengnim seperti penyihir yang akan segera menyihir Hee-hyo karena nilainya yang kurang memuaskan.
Hee-hyo berjalan pelan mendekati meja Jung sonsaengnim. Semakin dekat, semakin ia merasakan hawa mengerikan dari gurunya satu ini.
“Kau,” Jung sonsaengnim buka suara ketika Hee-hyo telah berada didepannya.
“Sangat pandai dalam Biologi, nilai selalu sempurna dalam pelajaran Fisika dan Kimia. Tapi kenapa dengan matematikamu, Hee Hyo-ssi? Apa ada yang salah dengan pelajaran ini eoh?.” Tanya Jung sonsaengnim tegas dengan pandangan menusuk pada Hee-hyo.
“An..aniyo, sonsaengnim. Aku yang kurang belajar.” Jawab Hee-hyo takut-takut.
“Ckk, Hee hyo-ssi aku tahu kau anak yang rajin, mana mungkin tidak belajar kalau kau tahu besok ada ulangan. Ini nilaimu, 50 poin.” Jung sonsaengnim mengulurkan kertas hasil ulangan Hee-hyo sambil berujar datar.

Hee-hyo segera berbalik dan kembali kebangkunya dengan tampang yang ditekuk. Bagaimana ini, ia sendiri bingung bagaimana cara agar nilai matematika bisa sebaik nilai Biologi ataupun Fisikanya. Entahlah, apa ia memang ditakdirkan untuk begitu bodoh dalam pelajaran Matematika.
“Baiklah, semuanya sudah tahu nilai masing-masing. Aku ingin minta salah satu dari kalian untuk membantu Hee-hyo memperbaiki nilai matematikanya. Siapa yang bersedia?” Tanya Jung sonsaengnim yang membuat semuanya hening. Tidak ada yang bersuara, apalagi mengajukan diri. Hee-hyo semakin menundukkan kepalanya. Tidak adakah yang ingin membantunya?.

‘Kreek’ suara kursi digeser.
Hee-hyo menoleh mencari asal suara dan mendapati Choi Siwon—murid baru dikelasnya sejak dua bulan lalu, dan sudah terkenal pandai meskipun terkesan pemalas—yang menggeser kursinya dan hendak berdiri.
“Sonsaengnim, sillyemhida~.” Ucap Siwon sambil beranjak menuju pintu keluar siswa.
“AH! Siwon-ssi, baiklah kau yang akan membantu Hee-hyo memperbaiki nilai matematikanya.” Suara melengkin Jung sonsaengnim menghentikan langkah Siwon seketika.
“MWO? Naneun?.” Tanya Siwon dengan wajah kagetnya yang terbaik. Namja itu pasti tidak habis kenapa dia dipilih, padahal ia beranjak dari tempatnya untuk pergi kekamar mandi.
“Sudahlah, tak perlu membantah! Lagipula kalian bisa saling berteman.” goda Jung sonsaengnim dengan wajahnya yang sangat menyebalkan bagi Hee-hyo dan hal itu sukses membuat seiri kelas cekikikan.
“Tap—.” Siwon masih berusaha menolak, namun selalu kalah dengan suara melengking Jung sonsaengnim.
“Jangan membantah! Kau mendapat nilai sempurna, Siwon-ssi! Sudah seharusnya kau membantu Hee-hyo. Kau harap ulangan nanti kau bisa mendapatkan nilai yang lebih baik, Hee hyo-ssi.” Jung sonsaengnim masih berkata dengan tampang penyihirnya sambil membereskan buku-buku tebal dimejanya. Siwon kembali kebangkunya. Sudah tidak berniat ke kamar mandi maupun membantah perkataan Jung sonsaengnim.
“Baiklah, kelas kuakhiri. Belajarlah lebih giat lagi untuk ulangan yang akan datang,” ucap Jung sonsaengnim, “Ah, ya.. Hee-hyo dan Siwon, aku juga selalu mengawasi acara belajar bersama kalian.” Ucap Jung sonsaengnim lagi sebelum meninggalkan kelas.
***

Siwon menghempaskan tubuhnya disandaran kursi dan menghela napas berat. Hee-hyo melihat kejadian itu dan beranggapan kalau Siwon benar-benar enggan untuk membantunya belajar bersama.
“Ai-ya, kurasa dia tidak mau membantuku belajar matematika.” Keluh Hee-hyo pada Ai, teman akrabnya yang duduk tepat didepan Hee-hyo.
“Hm,” sahut Ai sambil mengarahkan pandangannya pada Siwon yang masih menyandar malas dikursinya.
“Kurasa dia hanya terkejut. Bukankah dia selama ini selalu ramah, meskipun pendiam.” Sahut Ai sambil tersenyum manis pada Hee-hyo. Berusaha menghibur temannya satu ini.
“Huuhh….” Hee-hyo mendengus pelan. Kenapa juga harus Choi Siwon. Namja itu baru saja menjadi teman sekelasnya sejak dua bulan lalu. Hee-hyo lupa baru berapa kali ia berbicara dengan namja itu. Sangat jarang, mungkin bisa terhitung dengan jari. Karena Siwon bukan namja yang banyak bicara seperti Kibum, temannya. Siwon lebih suka diam daripada mengobrol hal-hal tidak penting. Dia hanya akan bicara kalau sudah sangat penting.
“Heehyo-ya, sudahlah! Coba saja dulu belajar bersamanya, siapa tahu menyenangkan. Kalau saja aku sangat pandai matematika seperti Siwon, aku pasti membantumu.” Ucap Ai sambil menepuk-nepuk lengan Hee-hyo.
“Ne, kau benar. Aku akan mencobanya dulu.” Sahut Hee-hyo dengan wajahnya yang kali ini sumringah. Seperti baru saja masuk satu suntikan semangat dalam dirinya.
***

Kelas sudah sepi, hanya tersisa Siwon, Hee-hyo dan Ai. Ah, tidak. Sekarang hanya ada Siwon dan Hee-hyo karena Ai baru saja melangkah riang keluar kelas. Selesai memasukkan semua bukunya, Siwon beranjak menghampiri Hee-hyo.
“Kau—kita akan belajar bersama ‘kah?.” Tanya Siwon dengan kikuk. Dia berdiri dibelakang Hee-hyo dengan kedua tangan dimasukkan ke saku celana dan bahu sebelah kiri menopang tas ransel Nike biru kehitamannya.
Hee-hyo berdiri sambil menyandang tas ransel kelabunya. Berbalik menghadap Siwon dan mengangguk sambil menunduk. Malu dan agak kikuk karena ia hanya berdua dengan Siwon.
“Em, kau sibuk?.” Tanya Hee-hyo sambil memandang Siwon sekilas.
“Sebenarnya aku ada latihan renang untuk kejuaraan dua minggu lagi.” Sahut Siwon datar.
“Eh, bagaimana? Tapi lusa ada ulangan matematika lagi.” Tanya Hee-hyo. Lebih seperti mengeluh pada dirinya sendiri.
“Begini saja, kau tunggu aku diperpustakaan sambil belajar sendiri. Aku tidak akan lama.” Tawar Siwon.
“Ne, baiklah.” Hee-hyo mengangguk setuju.

Kemudian mereka saling berpisah. Hee-hyo pergi keperpustakaan yang memang buka sampai sore dan Siwon menuju gedung olahraga yang berasa disisi selatan sekolah.

CHOI SIWON POV
“Hhuuff, selesai!.” Gumamku sambil menyampirkan tas ranselku dibahu kiri. Pukul 15.35 KST. Sudah sore rupanya. Hm, kemana Park Hee Hyo? Apa ia tidak menungguku?. Bukankah ia sendiri yang ingin belajar matematika. Ah, aku lupa. Ia pasti sedang menungguku di perpustakaan.
Aku berjalan cepat menuju perpustakaan. Lorong-lorong kelas sudah sepi sama sekali karena ini memang sudah sangat sore. Bahkan mungkin, hanya aku dan Hee-hyo yang ada di sekolah sekarang.
Kakiku berhenti tepat didepan pintu besar terbuat dari kaca dipadu dengan kayu yang di atasnya tergantung plat dengan tulisan perpustakaan. Segera saja aku masuk, sepi. Aku melirik kearah meja penjaga, tapi sepertinya Nam sonsaengnim sudah pulang karena meja itu tidak berpenunggu lagi.
“Heehyo-ya?.” Panggilku sambil mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Perpustakaan ini menjadi sedikit gelap karena sinar matahari sore hanya tembus melalui tiga jendela kaca besar disisi belakang ruangan. Tidak berhasil menerangi keseluruhan ruangan karena terhalang rak-rak buku yang tingginya hampir 2,5 meter.
Aku melangkah ke sisi kiri ruangan, ketempat banyak buku-buku literatur tebal untuk semua pelajaran. Dan aku menemukan Hee Hyo!. Yaa! Apa yang dilakukannya eoh? Tidur?. Benar ia sedang tidur. Aku berdecak gemas melihat gadis ini. Bukannya menungguku sambil belajar, ia malah asyik-asyik tidur. Memang benar didepannya ada tiga buku matematika tebal yang terbuka. Dan dibawah kepalanya juga ada buku notes biru muda. Hm, sepertinya gadis ini sempat sedikit mencatat sebelum ia tidur.
“Heehyo-ya! Iroena! Yaa.. iroena!.” Kuguncang-guncang bahunya pelan. Membuat ia terjaga dari tidurnya. Mengerjap-ngerjap matanya yang bulat itu. Apakah aku baru menyadari kalau bulumata gadis ini sangat tebal dan lentik. Dan sepertinya itu asli, bukan karena bantuan alat…err—aku tidak tahu namanya.
Heehyo mengangkat kepalanya. Ia menyibak poninya yang menutupi matanya. Lalu dengan mata yang masih setengah terpejam berpaling kearahku.
“Kau lama sekali.” Katanya dengan mulut yang terlihat seperti hendak dipoutkan. Hei, aku kembali menyadari satu hal. Gadis ini memiliki bibir cherry yang sangat manis, neomu yeoppo~.
“Mian.” Jawabku singkat sambil tetap memperhatikan lekukan demi lekukan yang ada diwajahnya. Terutama mata dan bibir cherrynya. Ish, ada apa sebenarnya? Kenapa aku tidak bisa berpaling dari menatap gadis ini?.
“Hm, gweanchana. Apakah kita jadi belajar matematika?.” Tanyanya lagi.
“Ne,” jawabku sambil melihat sekeliling. “Kita belajar disini saja kah?.” Tanyaku.
Gadis ini mengangguk dengan bibir cherry yang tertarik keatas dikedua sisinya, melengkung membentuk senyum yang indah.
“Ne, Nam sonsaengnim mengijinkan kita belajar bersama disini. Ia juga sudah menitipkan kode pintu perpustakaan padaku, agar nanti saat kita pulang, kita bisa sekalian menguncinya.” Ia menjelaskan panjang lebar padaku. Sambil menatapku lekat dengan mata bulatnya.
“Arra. Ayo, tanyakan saja yang tidak kau pahami.” Aku berinisiatif untuk langsung mulai belajar. Sedikit mengalihkan perhatianku sendiri yang terus ingin menatap gadis ini.
“Ah, ini. Aku benar-benar tidak memahaminya.”
Hee-hyo menyodorkan satu judul bahasan kedepanku dengan wajahnya yang nampak bingung. Aish, ternyata si cerdas ini benar-benar payah dalam matematika. Ingin tertawa namun rasanya sama sekali tidak sopan, hingga aku hanya mengulum senyum sambil membaca bahan yang tidak dipahami Hee-hyo.
“Yaa! Ini tergolong mudah bagi seorang yang cerdas sepertimu.” Seruku sambil mengembalikan buku itu kehadapan Hee-hyo. Kulihat wajahnya berubah sebentar, kemudian mendelik dengan mata bulatnya padaku.
“Mworago?.” Tanyaku dengan wajah yang sama sekali tidak bersalah.
Ia menghela napas, “Siwon-ssi, kau kan tahu sendiri aku benar-benar payah dalam matematika.” Katanya pelan. Kurasa, juga dengan nada putus asa.
“Yaa! Sini perhatikan aku menjelaskan!.” Aku merebut notes biru muda dan bolpoint yang dipegang Hee-hyo. Lalu menuliskan soal dan mulai mengerjakannya dengan mulut dan tangan yang saling sinergis menjelaskan pada Hee-hyo. Kuperhatikan, gadis berbibir cherry ini memperhatikan penjelasanku dengan seksama, sesekali bertanya dan minta diulang.
Aku memberinya lima contoh soal dengan disertai jawaban dan penjelasan panjang lebar dariku.
“Sekarang, kerjakanlah sisa lima soal itu. Kalau benar semua artinya kita akan segera pulang dan kau akan mendapatkan nilai tinggi pada ulangan matematika besok.” Ucapku sambil menggeser buku matematika tebal kehadapan Hee-hyo. Menunjuk-nunjuk sisa soal yang belum dikerjakan.
“Eum, ne~.” Ia mengambil alih buku notes dan mulai mengerjakan soal.
Aku beranjak dari dudukku dan berbalik melihat deretan buku-buku literatur tebal dibelakangku. Mengambil sebuah buku, dan membaca halaman demi halamannya sekilas. Hening. Hee-hyo masih sibuk dengan soalnya, sementara aku yang hendak membaca buku ditanganku ini benar-benar tidak bisa fokus. Entahlah, yang kuinginkan adalah melihatnya. Ya, melihat gadis itu. Meskipun kini aku hanya bisa melihat punggung sempitnya yang agak membungkuk.

“Sudah selesai”. Lamunanku buyar ketika kudengar suara Hee-hyo.
“Mana kulihat?.” Aku mengulurkan tangan, ia memberikanku buku notes biru yang penuh dengan coretan tangannya. Dengan seksama aku memeriksa jawabannya, dan… BINGGO! Benar semua. Aku menahan senyumku dan kembali menatap Hee-hyo yang juga menatapku dengan wajah khawatir dan mata membulat, terlihat.. err—neumo yeoppo~. Ah, apa-apaan aku ini, kata-kata macam apalagi itu.
“Bagaimana?.” Tanya Hee-hyo membuatku tersadar dan tersenyum padanya. Mengulurkan buku notes biru kembali padanya.
“Benar semua.” Jawabku. Dan aku menangkap itu, semburat merah dipipi Hee-hyo. Ia berdiri melonjak gembira dan tersenyum lebar. Kurasa, sangat senang dengan kemajuannya ini.
“Jangan terlalu senang dulu, malam ini ulangi lagi dan besok harus dapat nilai bagus.” Kataku datar—seperti biasa—membuat gadis didepanku berhenti melonjak.
“Ne~.” Ia menyahut sambil berbalik, membereskan bukunya dan mengembalikan buku-buku literatur ketempatnya.
“Kacha.” Kataku sambil melangkah lebih dulu. Hee-hyo tidak menyahut, tapi kurasa ia tetap mengiri langkahku.
.
.
Aku masih berjalan didepan sementara Hee-hyo mengekor ketika kami sampai ke lahan parkir yang berada di timur gedung sekolah.
“Siwon-ssi, kamsahamnida.” Aku berbalik dan menemukan Hee-hyo sedang membungkuk sopan kepadaku. Agak kaget, aku melakukan hal yang sama tanpa suara.
“Aku duluan, annyeong.” Hee-hyo berbalik dengan cepat dan melambai padaku sebelum ia berjalan cepat menjauhiku. Sempat terpaku, gadis itu, tidak seperti kebanyakan gadis yang kutemui. Pandai menempatkan dirinya, dan tidak tergantung pada orang lain. Seperti saat ini, seharusnya ia minta kuantar pulang, daripada pulang naik bus sendiri. Hei, mengantar ia pulang? Ide yang bagus, aku tersenyum sambil menaiki motor hitam besarku, memakai helm dan melaju menyusul Hee-hyo.
***

Aku menemukannya. Gadis itu tengah berjalan ditepi jalan. Kulajukan motorku hingga menyalipnya dan berhenti tepat didepannya. Membuatnya melonjak kaget dan menatapku dengan bingung. Kubuka penutup helmku.
“Naiklah!.” Ucapku sambil menghentakkan kepala kearah belakang.
“Eoh?.”
Aish, gadis ini tidak bisakah ia langsung naik sehingga aku bisa langsung melajukan motorku dan menghilangkan detak jantung yang menggebu ini.
“Kau kuantar pulang.” Ucapku lagi, kali ini dengan sedikit penekanan ditiap kata. Dan ia akhirnya mengerti. Gadis itu lalu naik ke motorku.
“Dimana rumahmu?.” Tanyaku sebelum menutup penutup helm.
“Annjeong-go, nomor 7.” Kudengar jawabannya. Dan tanpa menunggu waktu aku melajukan motorku. Dengan kecepatan yang menurutku masih dalam batas wajar, meskipun aku tahu, mungkin bagi gadis yang kini ada dibelakangku ini adalah kecepatan yang sudah tidak wajar bagi pengendara motor di jalan raya.
Tersenyum tipis ketika kurasakan kedua tangan gadis manis dibelakangku mencengkaram jaket dikedua sisi tubuhku dengan erat. Biarlah, sebentar saja. Aku ingin menjadi orang yang egois. Entahlah, mengapa demikian—mungkin karena ada sesuatu yang salah dengan hatiku.
***

AUTHOR POV
“Park Hee Hyo.” Suara Jung sonsaengnim yang memang melengking itu semakin dibuat melengking ketika ia memanggil nama Hee-hyo. Membuat gadis itu melonjak dari duduknya dan buru-buru maju kedepan, mengambil hasil ulangan matematikanya.
“Kemajuan yang sangat bagus, Heehyo-ssi.” Jung sonsaengnim tersenyum, meskipun lebih tepat seperti seringaian. Hee-hyo memandang kertas hasil ulangannya dengan kening saling bertaut, seperti meragukan kenyataan yang ada dihadapannya. Angka 85 bertinta biru tertera jelas dikertas ulangannya.
“Tambahan 35 poin dari sebelumnya, chukkaeyo Heehyo-ssi dan pertahankanlah!.” Seru Jung sonsaengnim dengan lengkingan khasnya. Hee-hyo tersenyum kemudian membungkuk pada Jung sonsaengnim dan kembali kebangkunya.

“Chukkae Heehyo-ya.” Seru Ai begitu Hee-hyo kembali duduk dibelakangnya.
“Gomawo, Ai-ya!.” Hee-hyo tersenyum lebar pada Ai. Kedua sahabat itu tertawa dan kembali saling bercanda. Berbagi kegembiraan karena Hee-hyo telah berhasil memperbaiki nilainya.
“Ah!.” Tiba-tiba Ai berseru membuat Hee-hyo berhenti terkikik pelan.
“Waeyo Ai-ya?.” Tanya Hee-hyo penasaran.
“Kau harus sangat berterimakasih pada Siwon-ssi, Heehyo-ya.” awab Ai, dengan raut wajah yang meyakinkan.
“Ah, ne~.” Hee-hyo langsung menoleh kebangku Siwon, namun ia tidak menemukan namja itu ditempatnya.
“Dia tidak ada di kelas, Ai-ya.” ucap Hee-hyo.
“Kurasa sekarang dia ada di gedung olahraga, pasti dia sedang latihan renang untuk kejuaraannya.” Sahut Ai.
“Akan kususul kesana.” Hee-hyo beranjak dari duduknya sambil menggenggam hasil ulangan matematikanya.
“Sonsaengnim, sillyemnida~”. Hee-hyo lalu berlalu meninggalkan kelas meskipun Jung sonsaengnim belum selesai membagikan hasil ulangan.
***

Hee-hyo melangkahkan kakinya menuju gedung olahraga yang berada terpisah dari gedung kelasnya. Menuju sisi kanan gedung tempat kolam renang ukuran besar berada. Lorong panjang yang dilalui oleh Hee-hyo terasa sepi sekali, membuatnya sedikit sanksi apakah Siwon benar ada disini.
Hee-hyo berbelok kekiri dan segera bertemu dengan seorang namja berseragam sekolah seperti yang ia kenakan. Rambut namja itu basah, sepertinya dia juga dari klub renang.
“Sunbae~.” Sapa Hee-hyo ketika namja itu hampir melewatinya.
“Eoh?.” Namja itu menoleh pada Hee-hyo dengan tatapan bingung.
“Apakah Choi Siwon ada disini?.” Tanya Hee-hyo langsung, tanpa menghiraukan pandangan bingung dari namja didepannya itu.
“Em, ada. Dia sendirian disana, hampiri saja.” Namja itu menunjuk sebuah pintu yang tertutup.
“Ne~, gomawo.” Hee-hyo membungkuk sopan hingga namja itu melakukan hal yang sama sebelum berlalu menjauhi Hee-hyo.
***

Hee-hyo memutar kenop pintu itu dan tidak menemukan siapapun dibaliknya. Penasaran, Hee-hyo masuk karena sayup-sayup ia mendengar gemericik air yang menyentuh dinding keramik. Hee-hyo semakin masuk dan alangkah terkejutnya ia dengan apa yang ada dihadapannya.

‘BUGH’
Saking kagetnya, tanpa sengaja kaki Hee-hyo menyenggol tempat sampah yang berada dibelakangnya. Menimbulkan suara yang membuat namja tampan yang tengah membasuh mukanya di wastafel itu berbalik.
“Kau,” ucap Siwon sambil mengambil handuk yang dia letakkan disamping wastafel dan mengeringkan wajahnya.
“Nn..ee…Ne~.” Hee-hyo berujar gugup. Bagaimana tidak, jika saat ini ada Choi Siwon didepannya yang hanya mengenakan celana training kelabu. Hanya celana training kelabu, tanpa atasan apapun. Hal ini benar-benar membuat tubuhnya terekspos sempurna.
“Mworago?.” Tanya Siwon sambil memperhatikan Hee-hyo lekat. Dia dapat melihat semburat merah dipipi gadis itu meskipun kini ia sedang menunduk.
“Eoh?.” Sahut Hee-hyo seperti orang bodoh. Ah, menyebalkan sekali. Kenapa tiba-tiba tubuh dan otaknya tidak bisa diajak bekerja sama. Ia terpaku ditempat sementara Siwon mulai melangkah mendekati Hee-hyo.
“Mworago?.” Tanya Siwon lagi. Kali ini sambil melangkah mendekati Hee-hyo. Entahlah, mengapa bisa demikian. Siwon sendiri rasanya sudah terlalu lelah untuk menahan singa yang terus mengaum dalam dirinya. Setiap kali ia berdekatan dengan Hee-hyo, setiap kali dia menatap wajah Hee-hyo dan melihat bibir cherrynya itu, demi apapun, Siwon ingin merasakannya sekali saja.
Siwon semakin mendekat sementara Hee-hyo terus mundur. Hingga Hee-hyo merasakan punggungnya menyetuh dinding yang dingin. Ia ingin beralih, namun seolah tidak sanggup karena kini Siwon menumpukan tangannya ke dinding melewati samping kepala Hee-hyo.
“Kenapa kau datang kesini, eoh?.” Tanya Siwon dengan hembusan nafas berat yang menerpa wajah Hee-hyo.
“Ak…aku…hmmmp.” Ucapan Hee-hyo terhenti begitu Siwon menyatukan bibir mereka. Kecupan yang manis dengan lumatan yang pelan. Kedua tangan Siwon bergerak membimbing tangan Hee-hyo untuk bertaut di lehernya. Kemudian, tangan Siwon bergeser menuju tengkuk dan pinggang Hee-hyo, semakin menghimpit Hee-hyo hingga menghapus jarak diantara mereka.
“Siwon…ssi..ahh.” Suara Hee-hyo tercekat karena Siwon hanya memberikannya sedikit ruang untuk mengambil oksigen.
Siwon terus mengecup dan melumat bibir cherry Hee-hyo. Ciuman yang menuntut tanpa peduli dengan respon yang diberikan lawannya. Siwon semakin menekan tengkuk Hee-hyo, memperdalam ciuman mereka.
“Akh.” Desahan Hee-hyo yang sekuatnya ia tahan akhirnya keluar bersamaan dengan satu tangan Siwon yang bergerak menekan diatas dada kanannya. Tangan siwon bergerak melepas tiga kancing kemeja Hee-hyo, masih tanpa melepas ciumannya, seolah enggan melepas bibir cherry Hee-hyo barang sedetik.
“Hmmp….” Desah Hee-hyo ketika Siwon meremas pelan dada kanannya yang masih terbalut kemeja. Ciuman Siwon turun rahang, dagu dan leher Hee-hyo. Mengecupnya saja tanpa melumat. Ciuman Siwon semakin turun ke tengah dada Hee-hyo. Mengecup dan mengisapnya tepat disana hingga menimbulkan bercak kemerahan.
“Akh..hmmmp.” Hee-hyo kembali mendesah dengan mata terpejam, membuat Siwon kembali menautkan bibirnya dengan bibir cherry Hee-hyo. Menggigit pelan bibir bawah Hee-hyo hingga mulutnya membuka, membuat lidah Siwon leluasa masuk dan bertemu dengan lidah Hee-hyo. Menjilat setiap inci dari rongga mulut Hee-hyo. Kecapan demi kecapan terdengar jelas ketika Siwon mengisap bibir bawah Hee-hyo dengan keras.
Siwom menarik turun kemeja beserta jas seragam yang dikenakan Hee-hyo, membuat bahu mulusnya terlihat sempurna—putih, mulus dan lembut—membuat siapa saja ingin mengecap lembutnya.
Siwon sigap menurunkan ciumannya ke bahu Hee-hyo, menyesapkan bibirnya disana, hingga berdampak pada bercak merah keunguan.
“AKH….” Lagi, Hee-hyo tidak mampu menahan desahannya.
“Hmmp….” Seperti sebuah sahutan yang samar dari Siwon. Lebih enggan mengalihkan perhatiannya dari tubuh Hee-hyo.

Hee-hyo merasakan tangan Siwon yang mulai bergerak kebawah tubuhnya. Menyibak rok kotak-kotak kelabu yang dikenakannya. Tangan kekar Siwon mengusap vaginanya dengan sedikit tekanan namun sangat lembut. Tubuhnya menegang sesaat, belum pernah ada siapapun yang berlaku seperti ini.
Ini nikmat, Hee-hyo akui ini memang sangat nikmat. Namun, Hee-hyo menyadari sesuatu yang salah dengan dirinya. Otaknya. Ya, otaknya menolak perlakuan ini namun tubuhnya tetap tidak bisa menolak, meski suara hatinya ingin menolak.

‘BUGH’
Tiba-tiba Hee-hyo mendorong tubuh Siwon keras hingga membentur tepi wastafel. Masih dengan mengatur napasnya yang tersengal, Hee-hyo menunduk, tidak berani menatap Siwon langsung.
“Heehyo-ya, mianhae.” Ucap Siwon lebih dulu, ingin menyelamatkan suasana. Hee-hyo masih terdiam. Bingung untuk bersikap seperti apa. Siwon kembali mendekat dan menyetuh pipi Hee-hyo dengan tangannya yang besar, mengangkat wajah hee-hyo hingga pandangan mereka bertemu.
“Mianhae, aku tidak bisa mengendalikannya.” Berujar pelan sambil menatapi manik-manik mata Hee-hyo yang bening. Hee-hyo masih tidak bergeming.
“Heehyo-ya….” Suara Siwon terdengar frustasi, mengingat lawan bicaranya tidak juga merespon melainkan hanya menatapnya.

Hening. Kedua insan itu hanya saling menatap. Mulai membenahi perasaan mereka, menerima setiap sinyal cinta dari tatapan masing-masing. Kemudian Hee-hyo mengangguk.
“Mian.” Ucapnya pelan, namun membuat Siwon sangat lega. Ditariknya Hee-hyo kedalam pelukannya, membiarkan kepala gadis itu bersandar didada bidangnya.
Siwon memejamkan matanya, merasakan aliran perasaan hangat yang merayap menuju hatinya. Hatinya yang dulu beku pada wanita, kini menghangat sejak kehadiran Hee-hyo. Sejak gadis itu meminta bantuannya untuk mengajari matematika, saat itu jugalah gadis manis ini telah menyentil hati Siwon.
“Heehyo-ya, mari menjalin hubungan lebih dekat?.” Ajak Siwon sembari berbisik ditelinga Hee-hyo, membuat gadis itu gugup seketika. Apa ini? Apakah sebuah pernyataan cinta terselubung?.
Enggan mempermasalahkannya, karena ia hanya ingin menikmati momen yang telah tercipta, Hee-hyo menganggukkan kepalanya.
Siwon semakin mendekap Hee-hyo. Biarlah, biarlah waktu yang akan menentukan jalan bagi mereka. Biarlah waktu juga yang meyakinkan hati mereka tentang perasaan yang menyetuh hati mereka. Bagaimanapun, momen yang kini tercipta juga berkat waktu yang bergulir.
Dimulai dari pertemuan ketika Siwon pertama kali menjejakkan kakinya disekolah ini, dan pertama kali berkenalan dengan Hee-hyo. Mulai menjadi dekat karena pelajaran matematika, terpesona dengan pribadi masing-masing dan disinilah mereka sekarang. Masih saling mendekap dan meresapi kehangatan diantara mereka.
***

EPILOGUE
“Jagi-ya, berapa nilaimu?.” Tanya Siwon pada gadis berambut pendek sebahu disampingnya. Gadis itu menoleh dan tersenyum lebar, memperlihatkan deretan giginya yang rapi. Ia menggoyang-goyangkan selembar kertas didepan wajah Siwon.
“Cih, berterimakasihlah padaku, Jagi-ya.” Seru Siwon sambil mendengus melihat nilai 100 tertera dikertas itu. Gadis itu tertawa dan…
‘CHU’
“Itu hadiahku.” Ucapnya sambil beranjak meninggalkan Siwon yang masih mengulum senyum.

-THE END-

2 comments

Tinggalkan komentar